Riski…karena backgroundnya yang penuh permasalahan dengan aturan dan kekuasaan, dia berambisi untuk menjadi seorang yang paling kaya sedunia…tercatat namanya dalam majalah Forbes atau New York Times..sehingga tak ada lagi orang yang memasungnya dalam aturan-aturan…Merelakan gelar dokter yang sebentar lagi mau atau tidak mau pasti dia sandang…mengingat statusnya saat ini yang sudah fase dokter muda di Unair…Pemikirannya yang sudah “tercemari secara akut maupun kronis” oleh pemikiran Tung Desem Waringin selalu membuatnya mencak-mencak untuk segera membuat langkah besar menuju kesuksesan financial…terkadang pemikirannya seolah “keluar jalur normal” dan merangsek kedalam pemikiran yang gelap abu-abu sebagaimana pendapat orang-orang sukses yang pernah dilihatnya…namun “segelap” apapun terkadang pemikirannya, makhluk yang satu ini adalah sahabat terbaik yang pernah saya temui…tak pernah perhitungan masalah financial…tak pernah mengkastakan diri sebagai anak pejabat besar kepada orang lain…hidupnya selalu bermandikan harta, bergelimanagan fasilitas dan koneksinya yang menggila, dimuliakan banyak bawahan ayahnya di pemerintahan---sekalipun motifnya tak jauh dari masalah politik dan keuntungan pribadi---namun tetap berpikir maju, lepas dari bayang-bayang orang tua dan melesat sebagai seorang “JE” (sapaan akrabnya di FK)..mudah terbakar, namun semangatnya mampu mendewasakan diri dan orang disekitarnya…sosoknya bagai bunglon yang mampu berubah dari anak-anak menjadi seorang hitler dalam waktu hitungan menit…sangat Koleris-Sanguinis…
Sedang Arga…obsesinya akan Renal Kasali membuatnya banting misi menjadi seorang dosen “Intrapreuner” yang paling bermanfaat dalam urusan sosial…backgroundnya yang kental akan dunia pendidikan anak---tercermin dalam setiap karya tulisnya, yang selalu membahas system pendidikan dan kemandirian entrepreuner----menjadikannya sosok muslim taat bergaya semi salafi yang selalu memikirkan nasib anak terlantar dan dunia social…Mungkin dia seperti Ahmad Dahlan, perjuangannya penuh tantangan, baik tantangan dalam menegakkan idealism di setiap tempat yang ingin dia rubah, maupun tantangan dalam meyakinkan keluarganya akan visi misi masa depannya, merubah budaya yang telah eksis di keluarganya selama sekian tahun. Kegigihannya sungguh menginspirasi saya untuk terus berubah…kemenangannya dalam meraih medali emas PKM-GT PIMNAS 2009 kemaren bukanlah hal yang instan dan serta merta…banyaknya ketidakberhasilannya mengajarkan saya banyak hal…dan kemenangannya meyakinkan saya tentang satu hal…bahwa keringat dan darah kelak akan terbayar dengan manisnya buah kegigihan…buah yang tak akan pernah dirasakan sama persis oleh orang lain…buah yang tidak akan membuat orang diabetes karena manisnya…tidak akan membuat abdominal distension karena banyaknya serat bergasnya…namun buah yang bahkan mampu memancarkan endorphine dan layaknya relaksan alami, memberikan kebahagiaan dan kedewasaan untuk berpikir bahwa semakin besar seseorang…maka semakin besar pula kewajibannya untuk rendah hati dan bermanfaat bagi orang lain…sebuah makna kemenangan hakiki yang terbebas dari kandungan zat bernama sombong, ujub, dan takabur. Melainkan ketawadhu’an dan optimisme tanpa batas.
Ironisnya saya, hingga saat ini saya belum menemukan “tempat saya sendiri”, meski impian saya telah mantab. Yaitu menjadi seorang Profesor dan Ph.D muda, semuda yang Allah izinkan untuk saya. Menulis banyak buku layaknya Renal Kasali…menginspirasi jutaan orang yang bernasib sama seperti saya seperti Renal Kasali, keliling dunia dan menyerap ilmu pengalaman yang kemudian dituangkan dalam sebuah basic pemikiran layaknya Renal Kasali…S2 MARS ke Australia, mengambil sertifikasi RN internasional di Australia, Ph.D Emergency di London dan menetap beberapa tahun di Jepang untuk menyerap budaya berpikirnya tentang sukses dan kerja keras…mengusai banyak bahasa asing layaknya Tantowi Yahya…dan Menjadi dosen “intrapreuner” yang memiliki unit usaha sendiri, sehingga pekerjaan bergaji yang saya lakukan tidak untuk mencari gaji…namun untuk pengembangan diri dan merealisasikan secara nyata idealism yang “membebani” saya sejak lama…
Terlahir dari keluarga tidak mampu secara financial membuat saya harus bekerja keras hidup mandiri juga tetap bersaing menjadi yang terbaik disetiap tempat dan dimensi waktu yang saya jejak. Diakui atau tidak, hal ini terkadang menjadi tantangan utama saya dalam mengasah bakat potensi saya secara accel. Menjadikan setiap impian yang terucap dari bibir yang kecil ini selalu ber-applause peremehan, ekspresi shocking tidak percaya atau sekedar pelafalan kata amin yang penuh kepalsuan. Mungkin persis reaksi anda ketika anda membaca satu paragraph di atas. Namun saya putuskan untuk berhenti berasionalisasi dan mulai melihat hambatan sebagai tantangan, tak mempedulikan apa kata orang…Karena hanya orang lemah yang menjadikan kemiskinan sebagai alasan untuk lari dari Impian besar…dan hanya orang lemah yang mundur kebelakang Karena peremehan orang lain yang juga sama gagalnya dengan bangsa ini…sadar atau tidak, kenapa bangsa ini tergolong gagal??salah satunya karena budaya berpikirnya bukan, dan kebiasaan meremehkan impian orang bukankah telah menjadi budaya berpikir turun menurun di negeri ini??”prinsip jangan naik tinggi-tinggi…kalau jatuh sakit” bukankah sudah cukup merepresentasikan kondisi mental bangsa yang maunya aman dan duduk santai…wallahualam…
Apa pun itu, hanya kerja keras, doa dan usaha pembuktianlah yang akan menjawab.
“Terkadang ucapan impian RAKSASA dari seorang KERDIL tak mampu merubah dunia…namun ucapan RAKSASA dari seorang yang KERDIL seringkali membangkitkan keberanian seorang RAKSASA untuk bermimpi KOLOSAL dan merubah dunia… saat itu semua terjadi…saksikanlah, bahwa dunia ini telah berubah menjadi lebih baik…”
(Written Accompanied With Kitaro Meditation Music Instrument)
Choleric Phase
Voice Of Hearth Chapter 5
IKATLAH ILMU DENGAN PENA
Penulis adalah Mahasiswa NERS FKUB yang NATO “Not Afraid Talk Optimistic”
0 komentar:
Posting Komentar