ANDA DOSEN ATO GURU?


Pengalaman beberapa bulan menjadi seorang english tutor di beberapa english course, membuat saya sedikit berpikir ulang tentang makna pendidik dan pendidikan. Dulu, gua yang awam ini berpikir bahwa perbedaan antara guru dan dosen adalah guru bertanggung jawab penuh terhadap intelektual dan akhlak emosional siswa sedangkan dosen tidak. Materi yang diajarkannya pun sangatlah berbeda, sehingga seorang sarjana keguruan tak akan bisa menjadi dosen dalam keadaan S1. Berbeda halnya dengan  sarjana keilmuwan lainnya, khususnya kesehatan, yang masih membuka peluang bagi para bachelour-nya untuk mengajarkan keilmuwan sebagai dosen
.
Singkatnya, guru terbatas pada keilmuwan wajib yang telah ditentukan pemerintah sedangkan dosen tidak. Tanggung jawab dosen terhadap siswa didik pun lebih ringan ketimbang tanggung jawab guru terhadap siswa didik yang sangat holistik. Tidak ada urusan bagi dosen ketika mahasiswanya melakukan kenakalan-kenakalan dalam proses belajarnya, semuanya akan dikembalikan ke mahasiswa. Karena mereka dianggap telah matang, kewajiban dosen hanya datang...mengajar...menguji...dan membimbing tugas akhir. Beberapa bertugas menyiapkan kurikulum dan segala keadministrasiannya. Secara pendapatan, beberapa fakta menunjukkan dosen memiliki tunjangan yang lebih banyak ketimbang guru.

Namun, uniknya...pengalaman baru saya menunjukkan hasil yang perlu dikritisi bersama. Seorang guru dibebani tanggung jawab “memandaikan” siswa hingga mengatur perilaku dan akhlaknya. Dalam rangka memandai kan saja, guru harus mempelajari berbagai cara untuk menaklukkan berbagai kenakalan dan tantangan yang dimiliki seorang anak agar mau dan dapat menangkap keilmuwan yang diajarkan. Keahlian dalam memanipulasi lingkungan dan karakter, menjadi kekuatan seorang guru agar suasana belajar lebih menyenangkan. Dalam hal ini guru menjadi ujung tombak majunya seorang murid. Namun sangat disayangkan ketika guru yang ada hanyalah sekedar bekerja  memenuhi tanggung jawabnya mengajar...meniru perilaku seorang dosen yang hanya mengajar. Hanya mengajar namun tanpa repot berkreatif, tanpa ada kontrol keilmuwan, apalagi bimbingan tugas akhir...mana ada bimbingan tugas akhir buat SD-SMA. Guru yang geje, setengah guru setengah dosen...mengambil yang enak2nya saja. 
Sebaliknya, dosen yang kelihatannya lebih “nyante” idealnya tidak hanya masuk dan membaca Ppt.nya saja. Mengingat dia terikat dalam sumpahnya untuk menjalankan tri darma perguruan tinggi. Mencetak tenaga keilmuwan yang berkualitas, mengembangkan keilmuwan dan melakukan pengabdian masyarakat. Tugasnya seolah menjadi lebih ringan dalam pengajaran karena dosen tak hanya harus mencetak SDM yang berkualitas, NAMUN juga mengembangkan keilmuwan dan pengabdian masyarakat. NAMUN, Hal yang unik, tak semua dosen suka dengan riset. Atau mungkin barangkali ada yang tidak paham dan tidak familiar dengan hal-hal yang berbau riset. Karena mau diakui atau tidak, banyak diantara dosen senior pun yang bingung cara menganalisa data dengan SPSS, atau bisa jadi kurang familiar dengan bahasa2 analisa dalam secuil statistika yang terkait erat dengan riset. Belum lagi masalah kurikulum...maklum, mengingat dosen2 jurusan tertentu  juga tidak mengambil sekolah 4tahunan seperti para sarjana pendidikan untuk mempelajari metode2 pengajaran...

SEHINGGA SERING TIMBUL PERTANYAAN DALAM JAJARAN PETINGGI PENDIDIKAN SEPERTI “MAU DIBAWA KEMANA MAHASISWA INI?”

Cukuplah seorang guru atau tutor menjadi lega ketika seorang siswanya berhasil mendapatkan nilai sempurna untuk menembus ke perguruan tinggi nomer wahid...namun ketika input yang super ini kemudian tidak ditindak dengan benar oleh para pendidik di jenjang yang lebih tinggi selanjutnya??
 Sebaliknya, kecacadan seorang guru akan membunuh intelektualitas siswa sejak dini ketika metode dan judgmentnya hanya semakin membuat siswa meyakini bahwa dirinya adalah manusia terbodoh di dunia...sekalipun siswa ini,bisa jadi, memiliki kecanggihan otak seperti einstein...

Jikalau anda dosen, bolehlah tak risau ketika keilmuwan anda hanya sepintas lalu di telinga mahasiswa...namun jadilah sangat risau ketika menjelang kelulusan bahkan pola pikir seorang terididik saja belum terbentuk dalam otak mahasiswa...tak kritis sehingga dikibuli dimana mana, mandul dalam kreatifitas sehingga asal ngikut siapa saja, tumpul dalam solusi dan analisis masalah sehingga dinilai hanya seperti mesin yang hanya bisa bekerja itu itu saja, penghafal ulung namun cacad aplikasi dan gagal mensintesa keilmuwan dikepala, alhasil lulusan PTN, seperti lulusan SMP SMA saja = belajar...bermain...ujian...dapat rapor, bedanya sekarang namanya IPK, ikut arus tanpa berpikir tentang makna yang penting ngikut ngikut saja...pemberontak sejati namun minim realisasi alhasil hidup dalam imaginasi dan halusinasi, bila debat selalu sengit tapi miskin referensi, banyak intervensi tapi minim akreditasi SEHINGGA terkesan ngasal gag kompeten yang penting aksi...
Jikalau anda guru, tak usah risau akan riset dan tetek bengeknya...namun risaulah ketika keilmuwan anda tak juga nyantol dikepala siswa, hapalan anda tak juga sampai di dalam otak mereka, kenakalan meraja lela menghancurkan reputasi anda, keluar masuk sekolah namun otak masih hampa, nasehat selalu berdengung namun kasus narkoba tak juga berujung...sekarang...

DOSEN ATAU GURUkah anda?

Ns. Pringga Adityawan, S.Kep. (perawat juga bisa ngomong pendidikan kalee..gag jaman perawat Cuman nongkrong di nursing station doank...akaka)

0 komentar:

Posting Komentar